Pewartanasional.com

Ramadhan 1446 H

HAJAT

 

Kenapa demikian? Karena yang punya hajat memang dengan sengaja atau memang tidak menghendaki kehadirannya, sebagaimana ia juga tidak hendak
berbagi dengan nikmat dan rasa sukacita yang tengah dirasakan – nya.

Tidak demikian halnya dengan kabar buruk, kabar duka atas meninggalnya seseorang, misalnya; seseorang tidak perlu diundang dengan sengaja untuk hadir melawat, melainkan, sepatut nyalah ia datang berhamburan begitu ia mendapatkan berita mengenai kabar duka tersebut.

Kehadiran Islam kemudian, tidak saja, kian memperkuat nilai-nilai adab, sebagaimana telah
mentradisi di dalam adat itu sendiri, melainkan, juga semakin menyempurnakannya dengan nilai-
nilai akhlak, sebagai bagian misi terpenting yang dibawa oleh risalah Islam.

Lazimnya, “Akhlak” dipahami sebagai kebiasaan baik lagi terpuji yang dilakukan oleh segenap muslim (masyarakat adat)berdasar kan adanya aturan; perintah dan larangan serta anjuran Allah Swt dan Rasul-Nya, sebagaimana yang telah disyariatkan Islam bagi segenap pemeluknya.

Memberi kepada orang yang membutuhkan, misalnya, di dalam adat disebuat sebagai adab,
dilaksanakan diatas azas saling tolong menolong atau saling membantu.

Di dalam Islam, kegiatan ini disebut dengan istilah, “Ta’aawun”, yang juga berarti “Saling Menolong dan Membantu”
dilaksanakan melalui wadah Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS).

Tetapi, memberikan bantuan berupa ZIS, di samping, dipandang sebagai adab yang dapat diterima
dan dibenarkan oleh Islam, kebiasaan itu juga disebut dengan akhlak, bahkan hal itu merupakan
bagian dari ajaran Islam yang mulia.

Sebab, pemberian ZIS kepada mereka yang membutuhkan itu,
ditunaikan, tidak sekedar atas dasar saling menolong dan membantu, melainkan oleh karena adanya perintah Allah Swt untuk melakukan hal itu, dan ditunaikan karena Allah semata.

Jadi, kehadiran Islam dalam konteks tradisi Minang, tidak lebih dari sekedar menjadi sumber atau
dasar spritual dan memberikan legitimasi akidah (Tauhid).

Artinya, Minangkabau sudah “Islam”(dalam tanda kutip) jauh sebelum keberadaan Islam itu sendiri di Tanah Minang, khusus nya dalam konteks kehidupan sosio budaya (adat istiadat) masyarakat Minangkabau.

Pergumulan antara adat dan Islam di Minangkabau melalui proses akulturasi Islam disatu sisi, dan
islamisasi adat, disisi lain, pada akhirnya, menyatu dalam satu kesatuan yang utuh, keduanya
bagaikan dua sisi mata koin yang berbeda, tetapi tidak.bisa dipisahkan.

Hal itu nampak dengan jelas, seperti divisualisasikan oleh adagium,”Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah” (Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersandi Kitabullah ) Bersammbung……..

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *