KEBAIKAN DIATAS KEIKHLASAN
Rafdizon Mawardi : Dakwah Minang dipublish oleh IBM News.
Kebaikan yang ditegakkan diatas keikhlasan, dapat dipastikan akan melahirkan berbagai kebaikan
lainnya.Jadi, jika ada orang menga ku berbuat baik, tapi memuncul kan berbagai fenomena yang
tidak baik, sebagai dikemukakan diatas, berarti patut dipertanyakan mengenai keikhlasannya.
Ikhlas bukanlah sesuatu ungkapan yang selalu diumbar pada setiap saat melakukan kebaikan, karena
menurut Imam al Ghazali, orang yang selalu mencitrakan dirinya dengan kata ikhlas, justeru patut
dicurigai mengenai keikhlasannya.
Ikhlas bukanlah sebuah pengakuan untuk terlalu sering
diucapkan, melainkan, sebuah kondisi batin yang mesti selalu dijaga dan dipertahankan.
Selanjutnya, berbuat baik memang mesti diagak agak, terlebih, belum tentu, niat dan perbuatan baik
yang akan dilakukan juga ditang gapi dan diterima dengan baik oleh pihak lain.
Boleh jadi, ada pihak lain yang tidak terima, atau malah menjadi tersinggung dengan kebaikan yang diperbuat.
Sekali lagi, rumusnya, kebaikan yang terbaik hendaklah melahirkan berbagai kebaikan kebaikan lain – nya.
Jadi, keinginan untuk berbuat baik sepatutnya juga disertai dengan kearifan, yaitu suatu kemampuan
kontemplatif yang mengakumulasi pengetahuan, kesabaran, kejujuran dan keterbukaan, sehingga ia
mampu melihat secara batin dan kasat mata mengenai berbagai hal yang akan terjadi, jika suatu
kebaikan akan dilakukan.
Atau dengan kata lain, suatu wisdom yang mampu melihat akan adanya ranting yang akanmenusuk dan daun yang akan menimpa (rantiang nan kamancucuak, daun nan kamaimpok), jika hendak
memproyeksikan suatu kebaikan.
Ia harus mampu mewujudkan pepatah adat yang satu ini,
“mahawai sahabi raso, mangauang sahabi gawuang”.
Hal ini sangat berguna untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi munculnya tanggapan negatif, mengurangi resistensi, atau bahkan mengantisipasi berbagai kemungkinan fitnah yang
bakal timbul dengan proyeksi kebaikan yang akan dilaksanakan.
Berbuat baik memang selayaknya diagak agak, agar kebaikan yang dilakukan dapat diterima dan
atau setidaknya dapat dipahami oleh semua pihak.
NASEHAT
Memberikan nasehat kepada sekelompok remaja agar mereka tidak mabuk mabukan, tidak
diragukan lagi, tentu sebuah nasehat yang baik, tapi apa yang bakal terjadi kalau nasehat tersebut disampaikan kepada mereka yang sedang mabuk? J
Jangankan mereka akan berhenti minum alkohol dan membubarkan diri, mendengar nasehat yang disampaikan saja, mereka pasti enggan atau bahkan malah balik memaki maki sang pemberi nasehat.
Contoh lainnya, seorang dermawan hendak memberikan pertolongan kepada seseorang yang
menurutnya sangat pantas untuk dibantu.
Pada saat ia memberikan bantuannya, sang dermawan
sangat kaget, karena orang yang dibantunya menolak bantuan yang ia berikan, dengan mengatakan,
“berikanlah kepada yang lain yang lebih membutuhkan, In syaa Allah, Dia (Allah) akan mencukupkan
rezki-Nya buat kami.”
Ternyata, orang yang dibantu itu lebih kaya dari dermawan yang membantu. Saking kayanya, ia tidak membutuhkan pertolongan, melainkan hanya dari Sang Yang Mahakaya (al Ghaniyy).
Sungguh dahsyat tentunya hikmah yang diberikan oleh orang tersebut, sebagaimana tak terbayangkan sebelumnya oleh sang dermawan.
Meski niat baik dermawan tersebut tidak ditanggapi negatif oleh orang yang hendak dibantu, sudah tentu, sang dermawan merasa malu dihadapan orang tersebut, karena kebaikan yang
ditawarkannya ditolak dengan halus (baik) oleh orang tersebut.
Disinilah pentingnya makna berbuat baik agar mesti dan selalu diagak agak.