MUDARAT DAN AZAS MANFAAT
Ustad Rafdizon Mawardi.
Berbicara berbuat baik dan buruk. Azas mudaratnya lebih besar dari asas manfaatnya, tetapi yang jauh lebih penting adalah, bahwa perbuatan buruk itu dijauhi dan ditinggalkan, oleh karena diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk menjauhi dan meninggalkannya.
Jadi, menjauhi dan mening galkan perbuatan buruk, merupakan manifestasi keimanan kepada Allah
dan RasulNya, dan pertanda yang nyata dari ubudiyah yang total seorang hamba kepada Tuhannya,Allah Swt.
Disinilah letak tingginya nilai kepasrahan dan ketundukan seorang hamba dihadapan Allah Swt. Sampai disini, lagi. lagi, kehadiran Islam bagi adat tetap memberikan dasar teologis (ketuhanan)
bagi segala hal yang dilarang dan dibenci adat.
Secara umum, banyak sekali perbuatan buruk yang dibenci adat dan agama, antara lain; misalnya;
Penguasa yang zalim (tidak adil), Oang kaya yang pelit (bakhil), Pemberani (Orang kuat) yang menindas mereka yang lemah.
Selain itu, kaum ilmuan(Alim Ulama) yang arogan, anak yang durhaka, mengambil hak orang lain, baik dengan cara paksa maupun dengan cara siasat (modus) dan sembunyi sembunyi, seperti; mencuri, merampok, menipu, kolusi dan korupsi; dan masih ada sederetan perbuatan tercela lainnya.
Sudah menjadi bagian dari hukum alam (sunnatullah) bagi adat dan agama,bahwa berbuat buruk, berarti melakukan perbuatan yang tidak baik (tercela)sehingga, semua orang mestimenjauhi dan meninggalkannya.
Siapa pun yang melanggar dan melakukannya sudah pasti dipandang rendah
(hina), dan ia tidak akan mendapatkan tempat terhormat di hati kaumnya.
Hal.lain, meski ia memiliki kekuasaan, kelebihan harta benda, ilmu dan pengeta – huan yang tinggi, dan atau memiliki berbagai kemungkinan kualifikasi lainnya yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang.
Itulah sebabnya, berlaku pepatah, “kok bagak indak kabacokak” bagi mereka yang merasa punya
kekuasaan dan kekuatan, tetapi tidak melindungi yang lemah.
Maka timbul pameo, ‘kok kayo indak kamamintak” bagi mereka yang memiliki kelebihan materi tetapi sombong dan bakhil dengan kekayaannya, “ko codiak indak kabatanyo” bagi kaum alim jo ulama dan cerdik pandai yang angkuh dan tidak mau mengajarkan dan mengamalkan ilmunya.
Jadi, bagi adat dan agama, seseorang akan dihargai, dihormati, dan dimuliakan, sangat tergantung pada sejauh mana ia mampu memberikan kebaikan dan manfaat kepada orang lain.
Rasulullah Saw .bersabda, “Khairunnaas Ayyanfa uu Linnaas” (sebaik baik kamu, adalah yang bermanfaat bagi orang lain).
Oleh sebab itu, sekecil apa pun kebaikan yang dilaku kan oleh setiap orang pasti ada nilainya di mata
masyarakatnya dan di sisi Tuhannya, Allah Swt., dan pasti akan mendapat tempat dan dihargai oleh
kaumnya.
Itu pula agaknya yang membuat adatMinangkabau menghargai semua orang berdasarkan fungsi dan peran yang bisa dimainkan nya di dalam kehidupan, ini.
Hal tersebut, bagaikan pepatah, “nan pokak palope bodie, nan buto paobuih losuang, nan lumpuah pangojuik ayam ” (yang budek untuk melepas bedil, yang buta untuk menghem bus (meniup lesung, yang lumpuh untuk mengejut (menyuruh pergi) ayam).
Setelah membahas secukupnya mengenai apa dan bagaimana perbuatan atau berbuat buruk, lalu
apa pula sebernarnya yang dimaksudkan dengan, “ber buat buruk sekali jangan”
Apakah yang dimaksudkan dengan pepatah ini, agar setiap orang sekali kali jangan pernah melakukan perbuatan buruk?
Kalau memang itu yang dimaksudkan, lalu benarkah ada manusia yang benar benar mampu untuk tidak pernah berbuat buruk?