Pewartanasional.com

Ramadhan 1446 H

SULIT AIR DI SUMATERA BARAT

Jembatan sebutan Titi oleh USA. Foto/ Ujang.

SULIT AIR DI SUMATERA BARAT

Oleh Risto
Masyarakat seringkali bertanya tanya apa itu Sulit Air ? Kebanyakan orang ingin tahu nagari yang dulu juga dijuluki nagari wesel. Tentu kita semua mau tahu Sulit Air di Sumatera Barat.

Sulit Air sebuah nagari, setingkat desa di kabupaten dan Kelurahan di kota. Nagari yang terletak di atas bukit, berada di wilayah kecamatan X Koto Diatas kabupaten Solok.

Nagari yang warganya dari dulu hidup rukun dan damai, Saiyo Sakato, Barek Samo Dipikua,Ringan Samo Dijinjiang. Itulah karakter dan budaya Urang Suliek Aie (USA). Nagari yang gersang itu diilhami dengan gunung, warga menyebut gunung merah putih.

Gunung merah putih berada sekitar 2 km dari pusat nagari di balai lamo, tak jauh dari kantor wali nagari, berdiri rumah adat. Rumah adat itu nampaknya berbeda dengan rumah adat lainnya yang terdapat di ranah Minang Sumbar.

Untuk menuju pusat nagari, warga dari jorong Kubang duo, Siaru, Gando Tanjung Alai, melewati Jembatan/Titi atau warga menyebut Titi Perjodohan.
Di bawah Titi mengalir air disebut. Sungai Katialo.

“Kebanyakan pelancong, maupun anak perantau, termangu Mangu, di nagari Sulit Air, bukan memperoleh air yang sulit, ” ungkap Adnan Karto Sulaiman cicit dari suku Limo Panjang.

Perantau muda yang datang ke nagari asal orang tuanya di Sulit Air, ketika merayakan HUT perkumpulan Sulit Air Sepakat ( SAS) ke-110, Selasa, tanggal 5 Juli 2022, sebagian besar sering bertanya tanya. Kenapa nagari itu dijuluki * Sulit Air*.

Sedangkan memperoleh air, tampak nya amat mudah, bahkan air sungai yang jernih juga dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci serta ber wudhuk bagi yang akan sholat.

Karena di pusat nagari itu terdapat sungai Katialo, yang airnya mengalir jernih di bawah Titi sebutan warga USA, mengalir tidak henti hentinya sampai ke Muaro Batang Ombilin di tepian Danau Singkarak.

Sungai Katialo tampaknya hampir seluas Kali Ciliwung, dekat pusat keramaian pasar Rumput Jakarta Selatan, dimana ditemukan banyak perantau Sulit Air, yang berjualan dalam berbagai kegiatan perdagangan.

Dengan demikian, Sulit Air, bukan memperoleh air yang sulit karena Batang Katialo seluas Kali Ciliwung, setiap saat dapat digunakan untuk mandi, cuci, kakus (MCK), bahkan untuk beruduk sekalipun.

Sulit Air, sebuah desa, kini disebut Negari terdiri 13 jorong, setelah berubah nama desa menjadi Negari. Nagari seluas 80 km persegi, terdapat objek wisata jenjang seribu, rumah 20 ruang, Air Terjun dan Batu Galeh di desa Taram, sekitar 6 km dari pusat keramaian penduduk Sulit Air.

Nagari yang berpenduduk sekitar 100 ribu jiwa lebih itu, bertebaran di 34 provinsi, bahkan ada yang merantau sampai ke luar negeri, seperti Australia. Sepuluh persen diantaranya yang menetap di kampung asal sebagai petani tradisional.

WARGA USA MEMAKAI SIFAT AIR

Sebenarnya Urang Suliek Aie (USA) itu memakai sifat air, kata alm Azmy Anuwar, Datuk Tumenggung pejabat LKAM di kecamatan sepuluh koto Diatas. Kabupaten Solok. Jadi, di nagari Sulit Air, bukan sulitnya air, tapi filsafat warga itu dalam.berkiprah seperti sifat air.

” Lima sifat air yang melekat kental dalam.kehidupan warga suit air, ” kata Datuk sungguh. Ia menambahkan, sifat pertama, membersihkan yang kotor. Jadi dalam.pergaulannya suka mengatakan yang benar, benar dan yang salah, ya salah.

Sifat air yang berikutnya, mendingin kan yang panas, dengan maksud sebagai pelepas ” Dahaga” bagi yang haus, dengan begitu tamu yang berkunjung mereka biasanya akan senang bila dapat memberi” Seteguk” air, ada nasi ya yang diberi nasi.

Jika tidak dapat memberi minum atau makanan, maka mereka sedih dan merasa berdosa. ” Bagaimanapun kita adalah bersaudara,”kata Datuk seraya membenarkan sifat air satu dan dua agaknya kurang difahami oleh generasi sekarang, apalagi mereka yang tinggal di kota, kecuali mereka ” Nyinyir” bertanya kepada yang sudah berumur, akan mengerti Sulit Air.

Sifat air yang ketiga adalah suka men dinginkan yang panas, maksudnya, adalah selalu tidak mempersoalkan hal hal yang bertentangan karena akibatnya bisa jadi pertengkaran, dan perpecahan.

Sekarang bila diperhatikan perantau. USA itu, kebanyakan memakai sifat air, yang turun dari langit, jatuh ke bumi turun ke bagian yang rendah dan landai, terus mencari yang rendah dan sampai mencapai air yang bersatu ke sungai dan mengalir untuk mencapai tujuan terakhir,yakni muara.

Jadi, air yang mengalir dari sungai menuju ke muara, sebelum sampai ke laut melalui muara, tentu akan banyak rintangan yang diterimanya, seperti mengalami hempasan, tumbukkan, tiba di batu belok ke kiri dan kanan, sampai di tebing diterjunkan ke bagian yang dalam dan seterusnya, terus mengalir ke tempat tempat yang rendah dan akhirnya mencapai juga muara.

Dengan demikian, warga ini dalam berusaha dari pedagang kecil, misalnya saat ini, dan dua tiga tahun mendatang mereka telah menjadi pedagang menengah dan besar. Dari tidak memiliki tempat permanen berusaha, kemudian mempuyai toko yang tetap. Begitu juga bila jadi pegawai dari pegawai rendah setahun kemudian sudah menjadi, pejabat , seperti misalnya bekas pejabat BRI pusat, Yarlis Bachtiar.

Mereka yang mencapai sukses, rata rata merangkak dari bawah setelah berjuang, seperti mengalirnya air dari gunung Salak di Bogor hingga ke muara Angke di Jakarta. Lain halnya seperti DR H Happy Bone Zulkarnain, MA, di Bandung, dia selama ini bergerak di Sospol, dan pernah menjadi anggota DPR RI dua periode dan kini dipercaya oleh masyarakat USA menjadi ketua Umum DPP SAS.

Putera Zulkarnain itu lebih parah dari data biografinya, tapi ia bergerak tidak dalam dunia perdagangan, dalam bidang pendidikan hingga meraih Doktor, tetap menjadi kolumnis dan dulu pernah dosen tetap Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) dan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara ( STIA LAN) dan Universitas Padjadjaran di Bandung.

Dapat dicontohkan, seperti DR Sri Rusliyanti, kini dekan Institut Sekolah Tinggi Indonesia (ISTI) di Bandung, dan Pjbt Datuk Tamaruhun di MPR RI, berdasarkan data yang ada mereka sukses dengan semboyan, ” The Succes of the man is depending own his Support”

Begitu juga, DR Prim Haryadi pejabat tinggi di Mahkamah Agung ( MA) di Jakarta, nampaknya mengikuti falsafah alm Proklamtor Bung Hatta yang mengatakan, maju mundur suatu negara, ditentukan oleh rakyatnya. Rakyat yang bagaimana, rakyat yang berpendidikan.

Pendidikan yang bagaimana ? Pendidikan formal saja banyak Sarjana menganggur, jadi tidak cukup pendidikan formal saja tetapi juga harus dipadukan dengan pendidikan Informal dari Learning to be a teacher, kemudian Learning to be a leader, baru menjadi pemimpin yang bergerak di masing masing profesi – nya. Itulah Urang Suliek Aie (USA).
[15/8 11.41] Risman: Mesjid Raya Koto Baro Solok.

YARSI JAKARTA

Warga Sulit Air di Jakarta, dan di daerah perantauan lainnya, tentu bangga menengok, berdiri megah Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) Jakarta yang terletak di jalan raya Cempaka Putih Jakarta pusat.

Pendiri Yarsi, Profesor DR H Yurnalis Uddin, MA, kini menjadi Chief Excecutif Organisation (CEO) Yarsii dan sudah banyak membantu warganya dan cinta ke nagari asal Sulit Air sangat kental dan tinggi sekali.

Selain itu, kita toreh ke tahun 1970 an, pemilik apotik Jaya alm Jamaludin Tamban apotik tertua di kota Pekan baru, dan di Jakarta serta berbagai kota perantau lainnya, juga bermula dari pedagang kecil, pada masanya menjadi Konglomerat, dan usahanya tidak saja di Indonesia, bahkan sudah ada di Jerman dan Amerika.

Keenam tokoh perantau Sulit Air itu, baik dari kalangan pemerintah, bisnis edukasi bila dibaca sejarahnya lebih banyak dukanya daripada sukanya karena mulai merantau dari nagari asal, hanya bermodal tulang “Ampek Korek ” atau bermodal dengkul, alias merantau berbekal Nasi Bungkus, seperti dilakoni pendiri SAS Friendly International English School di kota Batusangkar dan SMEA Kosgoro di Solok, Sumbar.

Warga nagari tandus itu, di kota Jakarta berjumlah 20.000 jiwa lebih, 95 persen tampaknya di bidang perdagangan, seperti H Samsudin Muchtar juga sukses menguasai pasar Tanah Abang sebagai produksi tas terbesar usahanya hingga mencapai kota kota besar di pulau Jawa, lima persen saja yang bekerja di pemerintahan dan lainnya.

Kemana kita pergi ke berbagai pasar di lima wilayah kota Jakarta dan kabupaten administrasi kepulauan seribu, akan ditemukan pedagang Sulit Air, kata Happy Bone Zulkarnain, ketua perkumpulan perantau itu.

Dengan demikian, perantau ini lebih cenderung memiliki sifat air yang keempat sebagai modal dasar merantau, kata Datuk Gompo Sinaro.

Sedangkan sifat air yang terakhir, katanya sekali air besar, sekali tepian beranjak, jadi bila air sungai meluap akan menghanyutkan apa saja.

Jadi, bila air sungai meluap ketika hujan turun, tentu akan menghanyut kan apa yang ada di pinggir sungai itu. Artinya perantau ini bila bertengkar, selesai bertengkar, ya habis tidak.ada dendam.

Tapi sifat air sebagai falsafah hidup warga itu, banyak yang tidak tahu, bahkan generasi tuapun, agaknya kini mulai melupakan, terutama bagi mereka yang hidup di kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan Pekanbaru.

Oleh karena itu, Filsafat hidup nenek moyang kita, perlu dilestarikan secara menyeluruh dan tidak sepotong sepotong, supaya mudah dimengerti orang banyak, kata Ketua umum SAS H. Samsudin Muchtar dalam sambu tannya pada acara Halal BI Halal warga Sulit Air di Jakarta, baru baru ini.

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *